Pengelolaan Dan Pelayanan Obat Bebas Dan Obat Bebas Terbatas
09 October 2022
15 Comments
Jenis Peraturan
:
Permenkes
Judul
:
Pengelolaan Dan Pelayanan Obat Bebas Dan Obat Bebas Terbatas
Keterangan
:
File
:
KOMENTAR
Inside Alone7
15 July 2023
Hacked by Inside Alone7
Ugenhaxor
13 July 2023
hacked by ./LucyXploit
Adib
04 July 2023
Wow! this Articles Amazing! want more reference come https://www.liputanterhangat.com
Bisma
23 May 2023
Harap dapat memenuhi:
1. UU. No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH) pasal 4 dan pasal 1 point 1
1.1. UU JPH pasal 4: Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal
1.2. UU JPH pasal 1 point 1: Produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
2. PP 39 tahun 2021 pasal 135 ayat 1 dan 3
2.1 PP 39/2021 pasal 135 ayat 1: Produk yang wajib bersertifikat halal terdiri atas: a. barang; dan/atau b. jasa
2.2 PP 39/2021 pasal 135 ayat 3: Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi layanan usaha yang terkait dengan: a. penyembelihan; b. pengolahan; c. penyimpanan; d. pengemasan; e. pendistribusian; f. penjualan; dan/atau g. penyajian.
3. Perpres no 6 tahun 2023 tentang SERTIFIKASI HALAL OBAT, PRODUK BIOLOGI, DAN ALAT KESEHATAN
Dimas
29 January 2023
peraturan akan kalah dengan yg berkuasa dan berkepnetingan
Ijinnya harus toko obat berizin kyk d yogya dn alfamart ya biar legal dn sesuai peraturan kesehatan juga..kl hanya notifikasi saja sangat tdk rasional..
Kita doakan sellau Mudah mudahan pemangku kebijakan pembuat undang undang diberikan kekuatan dan kejujuran hati nuraninya dan lebih bijak, rasional dn sesuai alur peraturan obat dn kesehatan yg sudah disepakati awal yaitu segala macam obat yg disimpan dan djual harus melalu fasilitas kesehatn resmi dn berijin dn mempunyai penanggumg jawab tenaga kesehatn sesuai ahlinya , toko obat berijin penanggung jawab nya ttk, apotek pnggung jawabnya apoteker.. aminn
Salam sejawat apoteker..
Mudah mudahan selalu diberikan kemudahan dn keberkahan bagi setiap pembuat undang undang dan pelaksana kesehatn agar sllu sehat..
Insan Fadilah
29 January 2023
Supermarket dan hypermarket sumber kepemilikanya bukan dari yg sulit ekonomi mestinya lebih patuh terhadap regulasi tanpa mengharapkan toleransi di segmen mutu pelayanan kesehatan trmasuk SDMnya dan dipastikan sanggup mempekerjakan tenaga kefarmasian serta dianggap mampu membuat sistem informasi/konsultasi yang integrasi dengan nakes lain sesuai kapabilitasnya demi terciptanya fasilitas kesehatan dengan predikat paripurna.
Tugas pengelolaan obat itu sangat berat tentunya terdapat kaidah2 yang wajib dijalankan seperti halnya yg sudah diterapkan tenaga kefarmasian disarana apotek serta mengimplementasikannya secara konsisten meliputi pengadaan, seleksi supplier, penyimpanan yang tertib, pereturan yg jelas dan pelaporan obat pada dinas kesehatan yang sudah berjalan sampai saat ini bahkan dilakukan dan di tanda tangani langsung oleh tenaga kefarmasian. Hal ini di stimulus dan berkorelasi dengan terbitnya SIP tenaga kefarmasian secara legal dari instansi tersebut.
Semisal pengelolaan obat dilakukan oleh pihak non farmasist marwah negara kita semakin terpuruk dipandang negara lain dari segmen alur dan mutu pelayanan kesehatan kepada pasien, jika dibanding standar pelayanan ke pasien dinegara lain yang lebih jelas tupoksinya yakni tenaga medis yang mendiagnosa penyakit dan farmasist menentukan kriteria obat paling tepat untuk kemudian diberikan pada pasien. Hal ini masih belum terwujud di negara kita sedangkan negara tetangga saja sudah berjalan sistem seperti ini, terlebih dengan terbitnya PMK yang sekarang menurut saya semakin menyimpang dari substansinya dan terjadi lagi profesi kami semakin tidak berperan dalam berpraktik kefarmasian meliputi semua aspek pengelolaan obat.
Teruntuk minimarket seperti market putih merah dan market biru kuning mestinya bisa juga merekrut tenaga kefarmasian di setiap otletnya karena sama2 bergabung di IHSG tentunya sangat kuat dari segi modal pastinya mampu dlm mempekerjakan tenaga kefarmasian. Jika tidak sanggup untuk merekrut dan menggaji setiap otlet cabang, mestinya dibatasi pengelolaan dan penjualannya hanya pada gerai besar seperti midi atau fresh saja kemudian wajib merekrut SDM dari tenaga kefarmasian di gerai besar tsb. Jangan sampai pengelolaan obat yang beresiko tinggi ini kalah eksklusif dengan buah buahan, ikan, ayam, sayur mayur segar yg hanya tersedia di gerai besar (midi / fresh).
Kami tenaga kefarmasian sudah lelah terkait isu yang selalu bertambahnya praktisi2 kesehatan dengan melakukan dispensing obat tanpa merekrut tenaga kefarmasian yang mana berdampak tidak sesuainya berdasarkan literasi termutakhir dari segi penanganan, penyimpanan dan pengemasan obat yang tentunya akan berdampak pada kesembuhan/kesehatan pasien, lalu kemudian akan melemparkan penyimpangan tersebut pada rekan sejawat kefarmasian kami yang melakukan riset/membuat obat dari segmen produksi, padahal sudah jelas industri farmasi pasti selalu patuh trhadap aspek CPOB dan GMP. Baru baru ini terbitlah PMK sekarang yakni bisa melakukan pengelolaan obat tanpa ada nya tenaga kefarmasian dan nakes lain, sungguh terlalu. Terimakasih
Bernadete Eko Rahayuningsih
28 January 2023
Semakin lama semakin menggila dan tak tentu arah bikinnya regulasi. Kira2 mungkinkah di supermarket dan minimarket mungkin melakukan pengawasan dan regulasi terhadap penjualan obat bebas dan obat bebas terbatas??? Pernah dengar kan kasus penyalahgunaan obat2 bebas terbatas yang mengandung dextromethorphan disalahgunakan untuk mabok? FYI, bahwa penjualan obat2 tersebut bukan melalui apotek, tetapi melalui sarana lain yang BUKAN sarana kefarmasian. Kalau sampai hari ini pengelolaan obat di Indonesia masih semrawut, masih banyak obat substandar beredar di masyarakat, tidak lain tidak bukan karena PEREDARAN OBAT DISERAHKAN PADA YANG BUKAN AHLINYA. Adakah profesi lain yang memahami PEREDARAN, PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN OBAT selain APOTEKER? Sebagai apoteker yang standby di APOTEK MILIK SAYA SENDIRI, melakukan praktek sebaik2nya, sangat TIDAK TERIMA dengan keluarnya rancangan permenkes ini.
Apt. Reina Melani.,S.Si.,M.Farm
28 January 2023
Biar diurus APOTEKER saja...karena masalah obat adalah domain APOTEKER
Serahkan pada ahlinya, jika tidak tunggulah kehancurannya
Agori Krucil
28 January 2023
Udah... Kelamaan..
Main tembak langsung saja
Segera musnahkan apoteker seindonesia.
Sudah jenis kelamin gak jelas, OP gak jelas, peraturan gak jelas, jenis ketenagaan gak jelas, pendidikan gak jelas, jatidiri gak jelas , laporan keuangan gak jelas, sampai demo pun gak jelas
Udah... Dikubur aja, ntar dirikan yang baru
Daripada dibikin resek melulu
Roviq Prabowo
27 January 2023
Bicara obat = keamanan & ketepatan.
2 poin itu, hanya bisa diberikan oleh Apoteker dan sarana pelayanan kesehatan Apotek. Saat ini, masyarakat sudah banyak yg mengakses Apotek & mendapat pelayanan KeApotekeran. Juga, mereka selain terjamin : keamanan & ketepatan obatnya, ada monitoring yg disertai konsultasi. Dahulu jika ini jarang didapatkan, maka saat ini sangat mudah ditemukan. Guaranteed !!! Pada Apotek yg Apoteker Praktik disana.
Jadi,
Ayok... Kemkes... Para regulator kesehatan di negeri tercinta, utamakan : KEAMANAN & KETEPATAN OBAT dg pelayanan di APOTEK. ini adalah tempat pas... Utk pasien dg minor illness.
Saya yakin, kejayaan kesehatan masyarakat akan tercapai. Dibanding dengan obat, di "alirkan" ke retail [toko, minimarket, grosir, supermarket]. Karena obat bukan komoditas, obat adalah support terapi menuju kesembuhan [jika disertai ketepatan & keamanan].
Berani tanya nurani, utk generasi INDONESIA SEHAT TEPAT & AMAN OBAT
Willy Sigit Wijaya
27 January 2023
Prekursor gimana ? Ini tidak fair jika supermarket, minimarket, dll yg jual obat tidak masuk ke OSS beresiko tinggi ...bukan kah apotik perlu ijin khusus dan syarat khusus, ini melegalkan dispensing yang justru peredaran dan penyalahgunaan obat semakin liar
Oskar
27 January 2023
Apakah peredaran prekusor dan oot tidak diatur dalam Permenkes. Karena ada obat bebas terbatas ada yg mengandung zat tersebut. Pada PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR 24 TAHUN 2021 pasal 4 Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
di Fasilitas Pelayanan . Apakah supermarket dan mini market tidak terkena aturan mengenai Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) nomor 24 tahun 2022 tentang Rekam Medis, dan tidak terkena pelaporan di sipnap?. Apakah supermarket dan minimarket itu faskes karena tidak tercantum pada pasal 1. Siapakah yang bertanggung jawab kalau ada penyalahgunaan prekusor dan OOT. Siapa yang berhak menindak karena bukan wilayah pom
Ari Simbara, S.Si., Apt., M.Sc
27 January 2023
Obat apapun golongannya adl substansi yang mengandung bahaya. Sehingga selain harus diberikan/dilayani dlm kendali profesional apoteker juga perlu pembatasan peredaran dan pembatasan sarana aksesnya adl penting.
Usul: obat bebas dan bebas terbatad hanya boleh disimpan dan distribusikan melalui apotek sbg sarana kesehatan yg legal dan tempat praktek apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Jangan spt sekarang, "krn istilah obat bebas, maka terkesan bebas diedarkan dmn saja, terwasuk warung makan, lapak2 ilegal".
Sangat beresiko terjadi penyalahgunaan obat dan peredaran obat palsu.
Pemerintah harus tegas, satu-satunya sarana legalnya adl apotek.
Basmi juga toko obat "menyerupai PBF yg jual obat grosiran".
Pemerintah harus tegas: ritel oleh apotek. Distribusi besar oleh PBF. Jangan perkeruh dg istilah sarana "abu-abu" lainnya yg mengkaburkan pembatasannya.
Terima kasih
Herlambang Indra Suksma Prasetya
27 January 2023
Nambah......
BIKIN ATURAN KOQ NANGGUNG GITU....
Jangan lupakan APOTEKER sebagai PROFESI yg lebih berkompeten dlm masalah obat & produk2 kesehatan lainnya...
Selama ini APOTEKER seperti PROFESI YANG TIDAK DIANGGAP....
Kewenangannya terus digerogoti.....
Punya OP gak bisa apa-apa, bahkan serasa gak punya OP.....
Mohon perhatiannya......????????
Herlambang Indra Suksma Prasetya
27 January 2023
Kasihan masyarakat yg di pedesaan.....jarang ada supermarket apalagi hypermarket...
Kenapa gak sekalian ditentukan HANYA BOLEH DI APOTEK....bukannya itu akan lbh sesuai krn jelas ada Apoteker & tenaga2 yg berkompeten ...
Hacked by Inside Alone7
hacked by ./LucyXploit
Wow! this Articles Amazing! want more reference come https://www.liputanterhangat.com
Harap dapat memenuhi: 1. UU. No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH) pasal 4 dan pasal 1 point 1 1.1. UU JPH pasal 4: Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal 1.2. UU JPH pasal 1 point 1: Produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. 2. PP 39 tahun 2021 pasal 135 ayat 1 dan 3 2.1 PP 39/2021 pasal 135 ayat 1: Produk yang wajib bersertifikat halal terdiri atas: a. barang; dan/atau b. jasa 2.2 PP 39/2021 pasal 135 ayat 3: Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi layanan usaha yang terkait dengan: a. penyembelihan; b. pengolahan; c. penyimpanan; d. pengemasan; e. pendistribusian; f. penjualan; dan/atau g. penyajian. 3. Perpres no 6 tahun 2023 tentang SERTIFIKASI HALAL OBAT, PRODUK BIOLOGI, DAN ALAT KESEHATAN
peraturan akan kalah dengan yg berkuasa dan berkepnetingan Ijinnya harus toko obat berizin kyk d yogya dn alfamart ya biar legal dn sesuai peraturan kesehatan juga..kl hanya notifikasi saja sangat tdk rasional.. Kita doakan sellau Mudah mudahan pemangku kebijakan pembuat undang undang diberikan kekuatan dan kejujuran hati nuraninya dan lebih bijak, rasional dn sesuai alur peraturan obat dn kesehatan yg sudah disepakati awal yaitu segala macam obat yg disimpan dan djual harus melalu fasilitas kesehatn resmi dn berijin dn mempunyai penanggumg jawab tenaga kesehatn sesuai ahlinya , toko obat berijin penanggung jawab nya ttk, apotek pnggung jawabnya apoteker.. aminn Salam sejawat apoteker.. Mudah mudahan selalu diberikan kemudahan dn keberkahan bagi setiap pembuat undang undang dan pelaksana kesehatn agar sllu sehat..
Supermarket dan hypermarket sumber kepemilikanya bukan dari yg sulit ekonomi mestinya lebih patuh terhadap regulasi tanpa mengharapkan toleransi di segmen mutu pelayanan kesehatan trmasuk SDMnya dan dipastikan sanggup mempekerjakan tenaga kefarmasian serta dianggap mampu membuat sistem informasi/konsultasi yang integrasi dengan nakes lain sesuai kapabilitasnya demi terciptanya fasilitas kesehatan dengan predikat paripurna. Tugas pengelolaan obat itu sangat berat tentunya terdapat kaidah2 yang wajib dijalankan seperti halnya yg sudah diterapkan tenaga kefarmasian disarana apotek serta mengimplementasikannya secara konsisten meliputi pengadaan, seleksi supplier, penyimpanan yang tertib, pereturan yg jelas dan pelaporan obat pada dinas kesehatan yang sudah berjalan sampai saat ini bahkan dilakukan dan di tanda tangani langsung oleh tenaga kefarmasian. Hal ini di stimulus dan berkorelasi dengan terbitnya SIP tenaga kefarmasian secara legal dari instansi tersebut. Semisal pengelolaan obat dilakukan oleh pihak non farmasist marwah negara kita semakin terpuruk dipandang negara lain dari segmen alur dan mutu pelayanan kesehatan kepada pasien, jika dibanding standar pelayanan ke pasien dinegara lain yang lebih jelas tupoksinya yakni tenaga medis yang mendiagnosa penyakit dan farmasist menentukan kriteria obat paling tepat untuk kemudian diberikan pada pasien. Hal ini masih belum terwujud di negara kita sedangkan negara tetangga saja sudah berjalan sistem seperti ini, terlebih dengan terbitnya PMK yang sekarang menurut saya semakin menyimpang dari substansinya dan terjadi lagi profesi kami semakin tidak berperan dalam berpraktik kefarmasian meliputi semua aspek pengelolaan obat. Teruntuk minimarket seperti market putih merah dan market biru kuning mestinya bisa juga merekrut tenaga kefarmasian di setiap otletnya karena sama2 bergabung di IHSG tentunya sangat kuat dari segi modal pastinya mampu dlm mempekerjakan tenaga kefarmasian. Jika tidak sanggup untuk merekrut dan menggaji setiap otlet cabang, mestinya dibatasi pengelolaan dan penjualannya hanya pada gerai besar seperti midi atau fresh saja kemudian wajib merekrut SDM dari tenaga kefarmasian di gerai besar tsb. Jangan sampai pengelolaan obat yang beresiko tinggi ini kalah eksklusif dengan buah buahan, ikan, ayam, sayur mayur segar yg hanya tersedia di gerai besar (midi / fresh). Kami tenaga kefarmasian sudah lelah terkait isu yang selalu bertambahnya praktisi2 kesehatan dengan melakukan dispensing obat tanpa merekrut tenaga kefarmasian yang mana berdampak tidak sesuainya berdasarkan literasi termutakhir dari segi penanganan, penyimpanan dan pengemasan obat yang tentunya akan berdampak pada kesembuhan/kesehatan pasien, lalu kemudian akan melemparkan penyimpangan tersebut pada rekan sejawat kefarmasian kami yang melakukan riset/membuat obat dari segmen produksi, padahal sudah jelas industri farmasi pasti selalu patuh trhadap aspek CPOB dan GMP. Baru baru ini terbitlah PMK sekarang yakni bisa melakukan pengelolaan obat tanpa ada nya tenaga kefarmasian dan nakes lain, sungguh terlalu. Terimakasih
Semakin lama semakin menggila dan tak tentu arah bikinnya regulasi. Kira2 mungkinkah di supermarket dan minimarket mungkin melakukan pengawasan dan regulasi terhadap penjualan obat bebas dan obat bebas terbatas??? Pernah dengar kan kasus penyalahgunaan obat2 bebas terbatas yang mengandung dextromethorphan disalahgunakan untuk mabok? FYI, bahwa penjualan obat2 tersebut bukan melalui apotek, tetapi melalui sarana lain yang BUKAN sarana kefarmasian. Kalau sampai hari ini pengelolaan obat di Indonesia masih semrawut, masih banyak obat substandar beredar di masyarakat, tidak lain tidak bukan karena PEREDARAN OBAT DISERAHKAN PADA YANG BUKAN AHLINYA. Adakah profesi lain yang memahami PEREDARAN, PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN OBAT selain APOTEKER? Sebagai apoteker yang standby di APOTEK MILIK SAYA SENDIRI, melakukan praktek sebaik2nya, sangat TIDAK TERIMA dengan keluarnya rancangan permenkes ini.
Biar diurus APOTEKER saja...karena masalah obat adalah domain APOTEKER Serahkan pada ahlinya, jika tidak tunggulah kehancurannya
Udah... Kelamaan.. Main tembak langsung saja Segera musnahkan apoteker seindonesia. Sudah jenis kelamin gak jelas, OP gak jelas, peraturan gak jelas, jenis ketenagaan gak jelas, pendidikan gak jelas, jatidiri gak jelas , laporan keuangan gak jelas, sampai demo pun gak jelas Udah... Dikubur aja, ntar dirikan yang baru Daripada dibikin resek melulu
Bicara obat = keamanan & ketepatan. 2 poin itu, hanya bisa diberikan oleh Apoteker dan sarana pelayanan kesehatan Apotek. Saat ini, masyarakat sudah banyak yg mengakses Apotek & mendapat pelayanan KeApotekeran. Juga, mereka selain terjamin : keamanan & ketepatan obatnya, ada monitoring yg disertai konsultasi. Dahulu jika ini jarang didapatkan, maka saat ini sangat mudah ditemukan. Guaranteed !!! Pada Apotek yg Apoteker Praktik disana. Jadi, Ayok... Kemkes... Para regulator kesehatan di negeri tercinta, utamakan : KEAMANAN & KETEPATAN OBAT dg pelayanan di APOTEK. ini adalah tempat pas... Utk pasien dg minor illness. Saya yakin, kejayaan kesehatan masyarakat akan tercapai. Dibanding dengan obat, di "alirkan" ke retail [toko, minimarket, grosir, supermarket]. Karena obat bukan komoditas, obat adalah support terapi menuju kesembuhan [jika disertai ketepatan & keamanan]. Berani tanya nurani, utk generasi INDONESIA SEHAT TEPAT & AMAN OBAT
Prekursor gimana ? Ini tidak fair jika supermarket, minimarket, dll yg jual obat tidak masuk ke OSS beresiko tinggi ...bukan kah apotik perlu ijin khusus dan syarat khusus, ini melegalkan dispensing yang justru peredaran dan penyalahgunaan obat semakin liar
Apakah peredaran prekusor dan oot tidak diatur dalam Permenkes. Karena ada obat bebas terbatas ada yg mengandung zat tersebut. Pada PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 24 TAHUN 2021 pasal 4 Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan . Apakah supermarket dan mini market tidak terkena aturan mengenai Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) nomor 24 tahun 2022 tentang Rekam Medis, dan tidak terkena pelaporan di sipnap?. Apakah supermarket dan minimarket itu faskes karena tidak tercantum pada pasal 1. Siapakah yang bertanggung jawab kalau ada penyalahgunaan prekusor dan OOT. Siapa yang berhak menindak karena bukan wilayah pom
Obat apapun golongannya adl substansi yang mengandung bahaya. Sehingga selain harus diberikan/dilayani dlm kendali profesional apoteker juga perlu pembatasan peredaran dan pembatasan sarana aksesnya adl penting. Usul: obat bebas dan bebas terbatad hanya boleh disimpan dan distribusikan melalui apotek sbg sarana kesehatan yg legal dan tempat praktek apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Jangan spt sekarang, "krn istilah obat bebas, maka terkesan bebas diedarkan dmn saja, terwasuk warung makan, lapak2 ilegal". Sangat beresiko terjadi penyalahgunaan obat dan peredaran obat palsu. Pemerintah harus tegas, satu-satunya sarana legalnya adl apotek. Basmi juga toko obat "menyerupai PBF yg jual obat grosiran". Pemerintah harus tegas: ritel oleh apotek. Distribusi besar oleh PBF. Jangan perkeruh dg istilah sarana "abu-abu" lainnya yg mengkaburkan pembatasannya. Terima kasih
Nambah...... BIKIN ATURAN KOQ NANGGUNG GITU.... Jangan lupakan APOTEKER sebagai PROFESI yg lebih berkompeten dlm masalah obat & produk2 kesehatan lainnya... Selama ini APOTEKER seperti PROFESI YANG TIDAK DIANGGAP.... Kewenangannya terus digerogoti..... Punya OP gak bisa apa-apa, bahkan serasa gak punya OP..... Mohon perhatiannya......????????
Kasihan masyarakat yg di pedesaan.....jarang ada supermarket apalagi hypermarket... Kenapa gak sekalian ditentukan HANYA BOLEH DI APOTEK....bukannya itu akan lbh sesuai krn jelas ada Apoteker & tenaga2 yg berkompeten ...
KIRIM KOMENTAR