Unjuk Rasa di Depan Kantor Bawaslu Fakfak Tuntut 80% Orang Asli Papua


Puluhan massa yang mengatasnamakan diri Solidaritas Peduli Keadilan dan Hak Asasi Manusia (SPKHAM) melakukan unjuk rasa di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Fakfak, Papua Barat Kamis (23/5).

Selain menuntut pelanggaran Pemilu 2019, juga mereka menuntut kursi DPRD Kabupaten Fakfak terisi 80 persen Orang Asli Papua (OAP) dan 20 persen diisi oleh non Papua, pasalnya hasil Pemilu Legislatif, dari 20 kursi di DPRD Kabupaten Fakfak hanya 7 OAP, dan 13 Non Papua alias pendatang.

“Kawan-kawan Bawaslu, KPU dan basudara semua yang berada di atas tanah Mbaham Matta ini, saya dengan jujur sampaikan bahwa, Pipres, Pileg di seluruh Nusantara termasuk Kabupaten Fakfak telah gagal total, itu jelas,”ujar Koordinator aksi Yanto Hindom dalam orasinya sembari meminta Bawaslu fokus perhatian dan membacakan satu persatu tulisan pada masing-masing poster.

Puluhan poster yang diantaranya bertuliskan, Kembalikan hak legislatif 80% kami OAP, Pemilu 2019 gagal demokrasi mandul, Bawaslu segera proses politik uang oleh caleg dan parpol, Stop rampas hak anak Mbaham Matta, Bawaslu Kabupaten Fakfak tidak mampu menyelasaikan persoalan pelanggaran Pemilu 2019.

Yanto mengatakan, pelanggaran pemilu telah dilaporkan ke Bawaslu Kabupaten Fakfak, namun sangat disayangkan Bawaslu menolak dengan alasan tidak sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

“Menurut Bawaslu, itu tidak benar, itu tidak pas menurut undang-undang, ada apa dibalik itu, lalu undang-undang dikemanakan, hari ini kami menuntut keadilan, dan kami menuntut hak kami 80 persen di kursi di parlemen,”tegasnya.

Pada kesempatan itu, Devisi Sumber Daya Manusia (SDM) Bawaslu Kabupaten Fakfak, Yan Piet Kambu mempersilahkan perwakilan pengunjuk rasa masuk ke ruang rapat kantor tersebut guna pertemuan.

Dalam pertemuan itu, berbagai tuntutan disampaikan perwakilan, yakni Safi Yarkuran, diantaranya mempertanyakan laporan PKB terkait pelanggaran Pemilu ke Bawaslu Fakfak.

“PKB juga dua kasus, kami sudah ajukan, tapi sampai hari ini kami belum tau prosesnya sudah sampai dimana, jangan-jangan juga Bawaslu menolak,”ujar Safi Yarkuran.

Safi Yarkuran mengisahkan Pemilu 17 April lalu, telah terjadi money politik, sehingga mengesampingkan atau tidak lolos anak-anak Mbaham Matta yang maju caleg.

“Kami anak Mbaham Matta yang maju caleg tidak lolos, karena tidak punya uang untuk bagi-bagi kepada masyarakat pengguna hak pilih, ini jelas-jelas permainan kotor untuk Pemilu kali ini, lalu dimana pengawasan dari Bawaslu,”tanya Yarkuran.

Senada, Paul Douw dan Abner Hegemur, juga Yohanis Rohrohmana dan beberapa Anak Mbaham Matta yang menyampaikan tuntutan diantaranya terkait 80 persen OAP dan pelanggaran pemilu money politik yang mengesampingkan OAP yang ikut bertarung pada Pileg 2019.

“Semua aturan maupun undang-undang yang ada diatas tanah Mbaham Matta ini harus tunduk dibawa Undang-Undang Otsus, dan ini bisa dilaksanakan 80 persen OAP dan 20 persen non pribumi, yang tidak bisa dilaksanakan tuntutan adalah Merdeka,”tegas Paul Douw sembari meminta KPU dan Bawaslu untuk bagian 80 persen menjadi perhatian pada saat penetapan calon terpilih.

Menanggapi tuntutan itu, Yan Piet Kambu menyampaikan bahwa, pihaknya (Bawaslu,red) hanya bisa melaksanakan pengawasan terkait pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

“Penyampaian dari PKB yang terkait laporannya ke kami Bawaslu, saya tidak bisa menjelaskannya, karena yang menangani itu adalah Koordinator Devisi Hukum, yang sedang berada di Jajarta bersama pak Ketua Bawaslu,”ujar Yan Kambu.

Sedangkan berkaitan dengan 80 persen OAP dan 20 persen non Papua kursi DPRD Kabupaten Fakfak, Yan Kambu berpendapat bahwa, sebaiknya dilakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Otsus dan juga Undang-Undang Pemilu

“Perlu ketahui bapak, ibu bahwa Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu tidak mengatur tentang kursi 80 persen OAP dan 20 persen non Papua, tetapi saya berpendapat bahwa, sebaiknya dilakukan uji materi ke MK terkait Undang-Undang Otsus dan juga Undang-Undang Pemilu,”kata Yan Kambu.

Bahkan Yan Kambu menghendaki agar kajian-kajian yang berkaitan dengan Pemilu 2019 oleh Mbaham Matta ke Pemerintah Pusat segera diajukan, dan dia berharap tembusannya disampaikan ke KPU dan Bawaslu.

“Kami Bawaslu berharap tembusan juga ke KPU dan Bawaslu, sehingga kita sama-sama dorong ke Pemerintah Pusat, sehingga apa yang menjadi harapan kita semua bisa terwujud,”pintanya.

Pertemuan berakhir setelah mendengar penjelasan dari Komisioner Bawaslu Yan Piet Kambu, akhirnya perwakilan keluar dari ruangan pertemuan menghampiri massa yang menunggu lama di depan kantor Bawaslu untuk menyampaikan hasil pertemuan.

Setelah itu, massa membubarkan diri dan kembali kantor Dewan Adat Mbaham Matta Kabupaten Fakfak. Unjuk rasa tersebut berjalan aman dan lancar mendapat pengamanan dari aparat Kepolisian Resort Fakfak.

Mungkin Anda Menyukai

Satu tanggapan untuk “Unjuk Rasa di Depan Kantor Bawaslu Fakfak Tuntut 80% Orang Asli Papua

  1. Hacked By Noilesha berkata:
    Komentar anda sedang menunggu dimoderasi. Ini adalah sebuah pratinjau, komentar Anda akan tampil setelah disetujui.

    Wkwk

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *